Langsung ke konten utama

DIRUGIKAN OLEH PATRIARKI

Gambar dari sini

Berbicara mengenai patriarki dan sederet keburukannya biasa dianalogikan kepada para perempuan yang terpaksa harus selalu kalah dengan laki-laki, berkompetisi tidak sehat, mendapat stigma dan sejuta hal lainnya. Suatu sore di kota kecil ini, saya dan seorang teman laki-laki sepulang menikmati keindahan pantai di akhir pekan awalnya berdiskusi di mobil mengenai investasi dan hobi. Sebagai pekerja entry level, tentunya kami sedang dalam tahap belajar berinvestasi untuk masa depan. Sempat menyebut beberapa produk investasi dan akhirnya terbitlah ucapan mengenai “RUMAH”. Si lelaki mengatakan bahwa sudah saatnya dia berpikir untuk memulai DP Rumah selayaknya seorang lelaki yang harus memikirkan persiapan rumah jika nanti menikah. Sempat terucap bahwa, “Lo sih enak bisa habisin duit buat biayain hobi diving, gak usah mikirin beli rumah”.  Saya tidak langsung merespon dengan marah layaknya seorang feminis radikal.

Saya kemudian memancingnya untuk berpikir, “Sadarkah kita bahwa hal tersebut merupakan tuntutan social yang diciptakan oleh masyarakat sendiri padahal laki-laki dan perempuan sama-sama bekerja?”. Kemudian dia juga mengungkapkan hal yang sama, mengapa laki-laki seolah mendapatkan tekanan lebih secara ekonomi dan posisi kekuasaan. Saya kemudian memperkenalkan istilah Patriarki yang menghasilkan tekanan aneh tersebut dan lihatlah bahwa Patriarki tak melulu merugikan perempuan sebagai pihak yang diklaim inferior, nyatanya kaum superior pun merasakan hal yang sama. Mengenai rumah, siapa pun berhak untuk mempunyai rumah selaku bagian dari kebutuhan primer manusia bukan karena jenis kelaminnya. Selama anda masih menjadi manusia tentunya wajib memiliki tempat tinggal dan sampai hari ini saya belum pernah menemukan brosur KPR yang menuliskan syarat “Pemilik harus Laki-Laki”.

Lihatlah betapa sesungguhnya Patriarki menjadi alat penekan bagi para lelaki single yang juga saat ini masing berjuang untuk membayar sewa kamar, tagihan kartu kredit, cicilan motor, makan, dan nongkrong akhir pekan harus ditambah pula dengan tekanan mempunyai rumah sebelum menikah. Jika memang niat memiliki rumah datang atas kesadaran pribadi tentunya sangat baik akan tetapi betapa malangnya jika keinginan itu terpaksa muncul karena tekanan sosial keluarga ataupun pacar. Di lain pihak, lihatlah di media sosial banyak sekali meme yang tersebar sebagai media hiburan yang kurang lebih menyatakan bahwa laki-laki harus mampu secara financial supaya perempuan dapat menikmatinya untuk shopping. Para perempuan pun dengan semangat menyebarkan meme tersebut mungkin memotivasi para lelaki untuk bekerja lebih keras karena gaji perempuan sendiri tidak akan pernah cukup bila hasrat shopping itu muncul. Perempuan dianalogikan sebagai makhluk penyedot uang dan penagih jalan-jalan padahal para perempuan juga mampu membeli barang impiannya dengan uang sendiri dan traveling dengan biaya pribadi.


Lihatlah bahwa Patriarki memunculkan banyak tekanan dan standar sehingga sebagai manusia tidak perlu kita tambahi dengan tuntutan ini itu. Segala sesuatu bisa dinegosiasikan dan disepakati, silakan berbagi peran dan tak perlu saling menekan atau menyalahkan. Jika ingin setara maka perlakukan lah laki-laki dan perempuan sama baiknya seperti halnya ketika berbagi peran untuk membayar tiket bioskop dan makan malam di akhir pekan. Bayarlah karena anda memang mempunyai uang dan niat untuk mentraktir pasangan atau teman bukan karena tekanan patriarki.

Kita setara (walau masih berproses)
Pritta Damanik
Juli 2017

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kerja di NGO, Ngapain Aja?

Empat tahun bekerja di Non Government Organization alias Lembaga Non Pemerintah pastinya telah mengubah banyak hal dalam diri saya, tetapi rasanya setiap bertemu orang baru pasti muncul beberapa pertanyaan yang sama. Oke, saya akan menuliskan beberapa pertanyaan umum yang harus kamu jawab dan jelaskan mengenai status pekerjaan mu. Kiranya bisa menjawab beberapa pertanyaan yang sering mampir ke saya atau jika berkenan mungkin bisa menjadi referensi untuk menjelaskan pekerjaan mu saat ini. 1.               Itu kerjanya ngapain aja? Buanyaakkk, tergantung project, fokusnya, visi misi, Programme Goal, Outcome, Output . Bekerja di NGO pastinya merespon suatu isu sosial, nahh namanya isu social pasti luaaasss sekali. Setelah itu tanyakan saja “Fokus Programnya apa?” Disitu akan muncul istilah pemberdayaan masyarakat, lingkungan, anak, gender, imigran, buruh, pertanian, perikanan, udara, dll. Intinya bekerja di NGO itu men support masyarakat/kaum marjinal atau bahkan pemerintah untuk

Perjalanan di Bawah Laut Kupang

Saya mengingat ketika di akhir tahun 2014, sejenak sebelum berpindah ke tahun 2015 saya sempat mencoba menuliskan resolusi di tengah kesendirian menikmati malam tahun baru sembari mengintip warna-warni kembang api dari jendela kamar. Ada beberapa hal yang saya tuliskan, jujur itu hanya terbersit tiba-tiba dan saya hanya menuliskannya di sebuah aplikasi catatan di HP saya yang masih berusia 3 bulan pada saat itu. Tanpa disangka 3 bulan kemudian HP itu rusak akibat kecerobohan saya saat pergi ke Pulau Kera, Kupang. Bukan tercebur air laut tetapi malah ketumpahan sebotol penuh air mineral di dalam tas saya saat berada di perahu. Beberapa bulan setelah kejadian HP rusak, saya pergi bersama teman jalan terbaik saat itu mencari informasi mengenai spot snorkeling di Kupang mulai dari bertanya ke instagram, komunitas di facebook hingga mendatangi Polairud Kupang demi impian snorkeling. Akhirnya kami menemukan komunitas snorkeling dan ikut snorkeling pagi ataupun sore di tempat itu. Saya j

Tentang Sebuah Pekerjaan

Berapa lama kah saya tidak kembali mem posting sesuatu di blog? TIDAK TERHITUNG. Saya ingat terakhir kali menulis tentang skripsi dan kelulusan saya, mungkin itu tahun lalu. Di tahun 2014 apa saja yang telah terjadi? BANYAK, saya akan menuliskan perjalanan saya menemukan pekerjaan. Suatu hal yang saya idamkan sedari lulus kuliah, yaitu PEKERJAAN. Sebelumnya saya selalu berpikir bahwa kelak setelah dinyatakan lulus oleh universitas, saya akan segera menemukan pekerjaan dengan standar gaji ideal yang tersusun dalam benak seorang freshgraduate. Ternyata tidak semudah itu kawan, bangku kuliah belum memberikan beberapa SKS berjudul “REALITA”. Tapi itu tidak masalah, ketika kuliah kita memang diajarkan untuk berpikir ideal dan mengkonstruksi standar sebatas pengetahuan kita, ketika lulus orang-orang akan menyambut dengan ucapan, “Selamat datang di kehidupan nyata…” Cukup lama waktu yang saya jalani dengan berstatus pengangguran, 8 bulan saya berusaha menemukan pekerjaan dari penuh s